Sabtu, 01 Juni 2013

PENGARUH STATUS SOSIAL DAN KELAS SOSIAL TERHADAP PRILAKU KONSUMEN



BAB I
PENDAHULUAN
1.1. Latar Belakang
Sistem kelas dan status sosial ada di dalam setiap negara di dunia. Di Inggris dan  negara-negara lain di Eropa, konsep tersebut begitu penting untuk memahami prilaku konsumen. Merek dan toko juga mempunyai urutan kedudukan. Konsumen percaya satu merek lebih tinggi atau lebih rendah dari merek yang lain, dan bahwa beberapa toko lebih cocok untuk orang yang lebih tinggi dalam status sosial dibandingkan toko yang lain.
Merek dan toko berusaha menegakkan suatu posisi atau lokasi di dalam pikiran/benak pelanggan yang konsisten dengan nilai dan kepercayaan dari satu strata sosial atau lainnya. Sttratifikasi  menurut konsumen tentang merek dan toko menghasilkan konsistensi kognitif di antara berbagai sifat dan persepsi konsumen mengenai posisi sosial mereka sendiri. Ini memungkinkan pelanggan berkata “merek (atau toko) ini adalah untuk saya.
1.2. Rumusan Masalah
Dari latar belakang di atas dapat menimbulkan suatu masalah seperti :
a.       Apakah perbedaan kelas sosial dengan status sosial ?
b.      Apakah yang dimaksud dengan social mobility dan konsekuensinya terhadap pasar ?
c.       Bagaimanakah klasifikasi geodemografi dan manfaatnya bagi pemasar ?
d.      Bagaimanakah pemasaran untuk pangsa kelas sosial ?

1.3. Tujuan Makalah
Dari rumusan masalah yang telah ada maka tujuan dari makalah ini adalah :
a.       Untuk mengetahui perbedaan kelas sosial dengan status sosial
b.      Untuk mengetahui social mobility dan konsekuensinya terhadap pasar
c.       Untuk mengetahui klasifikasi geodemografi dan manfaatnya bagi pemasar
d.      Untuk mengetahui pemasaran untuk pangsa kelas sosial


BAB II
PEMBAHASAN

2.1. PERBEDAAN ANTARA KELAS SOSIAL DAN STATUS SOSIAL
2.1.1. Kelas Sosial
Istilah kelas seperti yang telah terjadi dalam  bidang sosiologi tidak selalu mempunyai arti yang sama, walaupun pada hakikatnya mewujudkan sistem kedudukan yang pokok dalam masyarakat. Dengan demikian, pengertian kelas adalah suatu lapisan tanpa membedakan apakah dasar lapisan itu faktor uang, tanah, kekuasaan, atau dasar lainnya. Adapun yang menggunakan istilah kelas hanya untuk lapisan yang berdasarkan atas unsur ekonomi, sedangkan lapisan yang berdasarkan atau kehormatan dinamakan kedudukan.
Kelas sosial didefinisikan sebagai suatu strata ( lapisan ) orang-orang yang berkedudukan sama dalam kontinum ( rangkaian kesatuan ) status sosial. Definisi ini memberitahukan bahwa dalam masyarakat terdapat orang-orang yang secara sendiri-sendiri atau bersama-sama memiliki kedudukan social yang kurang lebih sama. Mereka yang memiliki kedudukan kurang lebih sama akan berada pada suatu lapisan yang kurang lebih sama pula.
Kelas sosial didefinisikan pula sebagai pembagian anggota masyarakat ke dalam suatu hierarki status kelas yang berbeda sehingga para anggota setiap kelas secara relatif mempunyai status yang sama, dan para anggota kelas lainnya mempunyai status yang lebih tinggi atau lebih rendah. Kategori kelas sosial biasanya disusun dalam hierarki, yang berkisar dari status yang rendah sampai yang tinggi. Dengan demikian, para anggota kelas sosial tertentu merasa para anggota kelas sosial lainnya mempunyai status yang lebih tinggi maupun lebih rendah dari pada mereka. Aspek hierarkis kelas sosial penting bagi para pemasar. Para konsumen membeli berbagai produk tertentu karena produk-produk ini disukai oleh anggota kelas sosial mereka sendiri maupun kelas yang lebih tinggi, dan para konsumen mungkin menghindari berbagai produk lain karena mereka merasa produk-produk tersebut adalah produk-produk “kelas yang lebih rendah”.
Pendekatan yang sistematis untuk mengukur kelas sosial tercakup dalam berbagai kategori yang luas berikut ini: ukuran subjektif, ukuran reputasi, dan ukuran objektif dari kelas sosial. Peneliti konsumen telah menemukan bukti bahwa di setiap kelas sosial, ada faktor-faktor gaya hidup tertentu ( kepercayaan, sikap, kegiatan, dan perilaku bersama ) yang cenderung membedakan anggota setiap kelas dari anggota kelas sosial lainnya.
Para individu dapat berpindah ke atas maupun ke bawah dalam kedudukan kelas sosial dari kedudukan kelas yang disandang oleh orang tua mereka. Yang paling umum dipikirkan oleh orang-orang adalah gerakan naik karena tersedianya pendidikan bebas dan berbagai peluang untuk mengembangkan dan memajukan diri.
Dengan mengenal bahwa para individu sering menginginkan gaya hidup dan barang-barang yang dinikmati para anggota kelas sosial yang lebih tinggi maka para pemasar sering memasukkan simbol-simbol keanggotaan kelas yang lebih tinggi, baik sebagai produk maupun sebagai hiasan dalam iklan yang ditargetkan pada audiens kelas sosial yang lebih rendah.
2.1.2.  Status Sosial
Kadang-kadang dibedakan antara pengertian kedudukan (status), dan kedudukan sosial (sosial status). Kedudukan diartikan sebagai tempat atau posisi seseorang dalam suatu kelompok sosial. Kedudukan sosial diartikan sebagai tempat seseorang, secara umum dalam masyarakatnya sehubungan dengan orang-orang lain, dalam arti lingkungan pergaulannya, prestisenya, dan hak-hak serta kewajiban-kewajibannya.

Secara abstrak, kedudukan berarti tempat seseorang dalam suatu pola tertentu. Dengan demikian, seseorang dikatakan mempunyai beberapa kedudukan, oleh karena seseorang biasanya ikut serta dalam berbagai pola kehidupan. Pengertian tersebut menunjukkan tempatnya sehubungan dengan kerangka masyarakat secara menyeluruh.
Masyarakat pada umumnya membedakan status sosial menjadi 3 macam :


1.      Ascribed Status
Kedudukan seseorang dalam masyarakat tanpa memerhatikan perbedaan rohaniah dan kemampuan. Kedudukan tersebut diperoleh karena kelahiran, misalnya kedudukan anak seorang bangsawan ialah bangsawan pula.
2.      Achieved Status
Kedudukan yang dicapai oleh seseorang dengan usaha-usaha yang disengaja. Kedudukan ini bersifat terbuka bagi siapa saja tergantung dari kemampuan masing-masing dalam mengejar serta mencapai tujuan-tujuannya. Misalnya setiap orang bisa menjadi seorang hakim atau tentara, semua itu tergantung apakah yang bersangkutan mampu menjalani syarat-syarat tersebut atau tidak.
3.      Assigned Status
Lebih ditekankan kepada orang yang berjasa yang diberi kedudukan yang tinggi. Kedudukan seseorang atau kedudukan yang melekat padanya dapat terlihat pada kehidupan sehari-harinya melalui ciri-ciri tertentu dalam sosiologi yang dinamakan prestise simbol (status simbol). Ciri-ciri yang dianggap sebagai status simbol, misalnya cara berpakaian, pergaulan, cara mengisi waktu senggang, memilih tempat tinggal cara dan corak mengisi rumah kediaman dan seterusnya.
Jadi dapat disimpulkan bahwa kelas sosial biasanya menggunakan ukuran ekonomi dan merupakan suatu kumpulan masyarakat, sedangkan status sosial biasanya menggunakan ukuran kehormatan dan merupakan suatu pribadi.
2.2. SOCIAL MOBILITY DAN KONSEKUENSINYA TERHADAP PASAR
Mobilitas adalah suatu gerak dalam struktur sosial,yaitu  pola tertentu yang mengatur suatu organisasi suatu kelompok sosial.
Tipe gerak sosial ada 2,yaitu;
Ø  Gerak sosial vertikal
Gerak sosial vertikal adalah suatu perpindahan individu atau objek sosial dari suatu kedudukan sosial ke kedudukan lainnya yang tidak sederajat.
Sesuai dengan arahnya,gerak sosial vertikal ada 2macam,yaitu;
A.    Gerak sosial vertikal naik
Terdapat dua bentuk utam,yaitu;
·         Masuknya individu ang mempunyai kedudukan rendah ke dalam kedudukan yang lebih tinggi
·         Pembentukan suatu kelompok baru,yang kemudian ditempatkan pada derajat yang lebih tinggi

B.     Gerak sosial vertikal turun
Terdapat dua bentu utama,yaitu;
·         Turunnya keddudukan individu ke kedudukan yang lebih rendah derajatnya
·         Turunnya derajat kelompok individu yang dapat berupa disentegrasi kelompok sebagai suatu kesatuan

Ø  Gerak Sosial Horizontal
Gerak sosial horizontal ialah suatu perpindahan individu atau objek sosial dari suatu kedudukan sosial ke kedudukan lainnya yang sederajat.
2.2.1. Pengaruh Mobilitas Sosial terhadap Pasar
Mobilitas sosial sendiri memiliki arti yaitu perbedaan status sosial. Perbedaan status sosial antara seseorang dapat mempengaruhi prilaku seseorang dalam membeli. Apabila mobilitas sosial seseorang  lebih tinggi maka secara otomatis orang tersebut akan mempunyai prilaku pembelian yang lebih konsumtif, dan begitu sebaliknya jika seseorang berada pada tingkat moilitas sosial yang rendah, maka orang tersebut tingkat konsumsinya akan mengalami penurunan.
Kasus tersebut sesuai dengan teori yang diungkapkan oleh Abraham H Maslow,yaitu Teori Kebutuhan Maslow.





 
2.2.2. Karakteristik Tujuh Kelas Sosial Versi Amerika
a.       Kelas Atas Tinggi
Elite sosial yang hidup dari kekayaan warisan dan mempunyai latar belakang keluarga terkenal. Mereka memberikan sumbangan dalam jumlah besar, memengaruhi lebih dari satu rumah, pesta, dan lain-lain.
b.      Kelas Atas Bawah
Memengaruhi penghasilan tinggi atau kekayaan lewat kemampuan yang luar biasa dalam profesi atau bisnis. Mereka cenderung aktif dalam kegiatan sosial dan sipil, serta membeli sendiri dan anak-anak mereka simbol seperti mobil mahal, dan rumah.
c.       Kelas Menengah Atas
Tidak memiliki status keluarga, maupun kekayaan, mereka terutama memikirkan “karier”. Mereka memperoleh posisi sebagai profesional, manajer perusahaan, dan pengusaha independen. Mereka mengandalkan pendidikan, keterampilan profesional, dan administratif.
d.      Kelas Menengah
Terdiri dari pekerja kantor dan pihak yang memperoleh gaji rata-rata untuk mengikuti arus mode, mereka sering sekali membeli produk yang populer. Mereka tidak ragu membelanjakan lebih banyak uang untuk pengalaman bagi anak-anaknya dan membimbing mereka menuju pendidikan tinggi.
e.       Kelas Pekerja
Terdiri darri mereka yang menjadi panutan, berapa pun pendapatan mereka, apa pun latarbelakang pendidikannya, ataupun pekerjaannya.
f.       Kelas Bawah Tinggi
Kelas bawah tinggi itu bekerja, walaupun standar kehidupan mereka hanya sedikit di atas garis kemiskinan. Mereka melakukan tugas tidak membutuhkan keterampilan dengan upah yang amat rendah walaupun mereka berusaha untuk pindah ke kelas yang lebih tinggi.
g.      Kelas Bawah Rendah
Kelas bawah rendah hidup tergantung pada tunjangan sosial, kemiskinan tampak nyata dan biasanya mereka menganggur.

2.3. KLASIFIKASI GEODEMOGRAFI DAN MANFAATNYA BAGI PEMASAR
Di Indonesia merupakan Negara yang memiliki jumlah penduduk yang lebih padat (±235.000.000 menurut sensus penduduk tahun 2010) dimna sebagian besar penduduknya  (65%) mendiami pulau jawa dan Madura yang memerlukan banyak barang-barang yang harus dapat dipenuhi oleh pemasaran. Tetapi di sampan g kenyataan ini para pemasar juaga perlu memahami bahwa Indonesia tersekmentasi dalam berbagai kelas-kelas dan status social, dimana para pemasar harus terlebih dahulu melakukan pemangsaan pasar sebelum terjun kepasar.
Segmentasi pasar merupakan tindakan membagi sebuah pasar kedalam kelompok-kelompok pasar yang berbeda yang diperkirakan membutuhkan produk. Dalam hal ini perusahaan mengidentifikasi cara-cara yang berbeda untuk membagi pasar menjadi segmen-segmen, mengembangkan segmen pasar yang menguntungkan dan mengevakuasi daya tariknya.
2.3.1.      Segmentasi Geodemografis
Jenis segmentasi gabungan ini didasarkan pada pendapatan bahwa orang yang hidup dekat dengan satu sama lain mungkin mempunyai keuangan, selera, pilihan, gaya hidup dan kebiasaan konsumsi yang sama. Demografi adalah telaah mengenai populasi manusia dalam arti jumlah, kerapatan, lokasi, umur, jenis kelamin, ras, dan jenis pekerjaan. Lingkungan demografis sangat diperhatikan oleh pemasar karena melibatkan manusia dan manusialah yang membentuk pasar. Variabel demografis terdiri atas karakteristik seperti usia, penghasilan dan etnis. Geodemografi  merupakan sebuah kombinasi dari karakteristik demografis dan gaya hidup konsumen dalam cluster geografis.perusahaan riset pemasaran telah mengembangkan system klasifikasi atau  Clusering yang mengidentifikasi segmen-segmen geodemografis yang berbeda.
2.3.2.      Penetapan Sasaran Berdasarkan Geodemografis
Kata geodemografis adalah gabungan kata geografi dan demografi, yang secara indah mendiskripsikan targeting dalam bentuk ini. Dasar pemikiran menjadi landasan geodemographic targeting adalah bahwa orang-orang yang menetap diarea yang sama, misalnya bertetangga atau dalam satu zona kode area, juga memiliki persamaan dalam demografi dan gaya hidup. Beberapa perusahaan mengembangkan layanan yang menghilangkan batas area geografis kedalam common group atau cluster, dimana terdapat orang-orang dengan karakteristik  demografis serta gaya hidup yang sama.
2.4. PEMASARAN UNTUK PANGSA KELAS SOSIAL
2.4.1.      Pemangsaan Pasar (Market Segmentation)
Kelas sosial kerap diterapkan pada masalah pemangsaan pasar, proses mendefinisikan kelompok pelanggan yang homogen dan membuat tawaran yang kuat secara khusus untuk mereka. Kelas social dirasakan sebagai konsep yang berguna untuk pemangsaan pasar didalam kerja pelopor.
Prosedur untuk pemangsaan pasar mencakupi langkah-langkah berikut:
  1. Identifikasi pemakaian kelas social dari produk.
  2. Perbandingan variabel kelas social untuk pemangsaan dengan variabel lain.
  3. Deskripsi karakteristik kelas social yang di identifikasi didalam target pasar.
  4. Perkembangan program pemasaran untuk memaksimumkan keefektifan bauran pemasaran yang didasarkan pada konsistensi dengan sifat kelas social.
Pangsa pasar kelas sosial dapat dideskripsikan dengan 2 jenis variabel:
Ø  Informasi profil umum
Ø  Informasi spesifik produk

2.4.2.      Pengenalan Kebutuhan Dan Kriteria Evaluasi
Adapun kriteria untuk mengevaluasi produk atau jasa yang memenuhi kebutuhan konsumen yaitu:
  1. Busana
Jenis, kualitas dan gaya busana yang dikenalkan seseorang erat berhubungan dengan kelas sosial orang bersangkutan, seperti dideskripsikan dengan gamblang didalam konsumen. Minat besar akan mode biasanya didapatkan di dalam kelas sosial atas, walaupun minat yang tinggi mungkin didapatkan di antara semua kelas sosial.
Busana berfungsi juga sebagaisimbol perbedaan kelas karena visibilitasnya yang tinggi. Ketika remaja putri minta mendeskripsikan karakteristik gadis yang popular, maka respon yang paling kerap di berikan adalah “berbusana baik” yaitu dihubungkan dengan karakteristik kelas sosial.
  1. Perabotan Rumah
Kriteria yang digunakan oleh keluarga untuk melengkapi sebuah rumah dengan perabot berhubungan erat dengan kelas sosial. Laumann dan House mengamati secara cermat isi dan karakteristik dari sebuah ruang duduk, Responden modern umumnya bersikap mobile ke atas, didalam generasi ini mereka kerap merupakan orang kaya baru. Orang kaya tersebut mungkin mempunyai kebutuhan kuat untuk mengabsahkan status yang baru mereka dapatkan. Namun, mereka mungkin belum diterima secara sosial oleh kelas atas tradisional, maka berpaling pada konsumsi yang mencolok atau pamer produk yang merupakan simbol dari kedudukan mereka.
  1. Waktu Senggang
Pemakaian terbanyak dari fasilitas waktu senggang komersial dan fasilitas publik yaitu kelas menengah, karena kelas atas kerap mempunyai fasilitas mereka sendiri dan kelas bawah kerap tidak mampu menggunakan atau tidak mempunyai kecendrungan untuk berpartisipasi di dalamnya.
Kepala eksekutip perusahaan besar mungkin mempunyai sedikit waktu untuk kegiatan senggang karena jam kerja mereka yang panjang. Namun kebanyakan manajer senior menikmati pengajaran waktu senggang secara harian. Banyak yang mengambil bagian dalam olah raga rekreasi, yang lain melukis, bermain alat musik, memotret alam, dan keluarga dan lain-lain.
  1. Kartu Kredit
Penerimaan dan pemakaian kartu kredit tampaknya berhubungan hingga jangkauan tertentu dengan kelas sosial . slocum dan Mathews menyimpulkan bahwa kelas bawah lebih suka menggunakan kartu kredit untuk barang tahan lamadan barang keperluan (perkakas, perabot dan busana).berlawanan dengan kelas menengah, yang menggunakanya untuk hal-hal yang mewah ( perjalanan, barang dan restoran).
2.4.3.      Proses Pencarian
Jumlah dan jenis pencarian yang dijalankan oleh individu bervariasi menurut kelas sosial terendah, mempunyai sumber informasi terbatas, dan mereka kurang beruntung dalam menyaring kesalahan informasi dan kecurangan didalam masyarakat urban yang kompleks. Untuk mengimbanginya, konsumen kelas pekerja kerap mengandalakn kerabat atau teman dekat untuk informasi mengenai kepuasan konsumsi. Konsumen kelas menengah lebih percaya pada informasi yang diperoleh dari media dan secara aktif terlibat dalam pencarian exsternal dari media tersebut. Semakin tinggi tingkat sosial, semakin besar akses kedalam informasi media.
2.4.4.      Bahan Sosial
Pola bahasa individual berkorelasi erat dengan kelas sosial mereka. Didalam seperangkat exsperimen, kelas sosial responden lebih dahulu diukur sebelum mereka diminta untuk membuat rekaman, fabel, selama 40 detik. Perekaman singkat ini diputar untuk kelompok y7yang terdidri dari 15-30 mahasiswa perguruan tinggi daerah yang berfungsi sebagai hakim. Penilaian rata-rata nilai sosial oleh hakim-hakim ini berkorelasi 0,80 dengan kelas sosial para pembicara.
Pentingnya bahasa dapat dimengerti melalui analisis teks yang digunakan didalam iklan. Mobil mahal seperti Mercedes dan Cadillac menggunakan kata-kata yang lebih panjang,, eufemisme yang lebih sedikit dan lebih banyak bahasa abstrak.iklan mobil kelas bawah dan menengah berbicara banyak tentang sifat fisik,menekankan gambar ketimbang kata dan lebih memungkinkan menggunakan bahasa slang atau bahasa jalanan.
2.4.5.      Proses Pembelian
Status sosial mempengaruhi di mana dan bagaimana orang merasa mereka harus berbelanja.Orang dengan status rendah memiliki tempat lokal yang memungkinkan bertatap muka di mana mereka mendapatkan pelayanan dan kreditt yang mudah acap kali di dalam lingkungan tempat tinggal.
Konsumen kelas menengah atas merasa lebih percaya akan kemampuan mereka dalam berbelanja.Mereka akan bertualang ke tempat – tempat baru untuk berbelanja dan akan menelajahi sebuah toko untuk mendapatkan apa yang mereka inginkan.Toko yang memberikan potongan harga secara tradisional menarik bagi kelas menengah karena mereka cermat dan berpikiran ekonomis dalam pembelian mereka.Pada tahun – tahun awal,toko yang memberikan potongan harga kerap tidak menjual mereka bergengsi atau merk desainer,,tetapi karena pendapatan kelas menengah bertambah dan pengaruh informasi meluas.
2.4.6.      Metode Penelitian Pemasaran Untuk Mengukur Kelas Sosial
Para peneliti pemasaran mengukur kelas sosial sebagai variabel bebas untuk menentukan hubungannya dengan variabel terikat yaitu minat akan sesuatu.Metode objektif memberikan status berdasarkan responden yang memiliki semacam nilai dari variabel yang distratifikasikan.Variabel yang sering di gunakan yaitu pekerjaan pendapatan, pendidikan ukuran dan jenis tempat tinggal, pemilikan barang.
Nilai – nilai yang di tetapkan dalam satu dri dua cara.Satu metode menggu nakan survei terhadap orang yang diminta untuk meningkatkanprestise orang – orang dalam berbagai pekerjaan.Metode yang kedua yaitu menggunakan ukuran objektif seperti peningkatan pendidikan rata –rata atau pendapatan kelompok pekerjaan.



2.4.7.      Metode Pengukuran dan Pendiskripsian Kelas Sosial
Adapun metode penelitian kelas sosial berdasarkan pendekatan objektif.melibatkan variabel kuantitatif dari ukuran status sosio ekonomi seperti pekerjaan, pendidikan dan pendapatan.
Pekerjaan
Ketika orang – orang asing bertemu, pertanyaan yang kerap di ajukan yaitu”apa pekerjaan anda?”Pertanyaan ini memberi petunjuk yang baik mengenai kelas sosial individu yang bersangkutan.
Metode reputasi (reputational method)melibatkan pengajuan pertanyaan pada orang  orang untuk menentukan peringkat sosial atau prestise orang lain.Metode reputasi di kembangkan oleh Lloyd Warner(di kutip oleh Shiffman & Kanuk,2006),,seorang pelopor dalam studi kelas sosial di AS.Karya ini di perluas Burleigh Gardner dan rekan – rekannya di Deep South dan di Midwest oleh Hollingshead.
Studi – studi ini juga mencakupi asosiasi atau ukuran sosiometrik yang menghitung jumlah dan sifat kontak pribadi dari orang yang di dalam hubungan mereka yang informal.Studi ini juga di sebut studi partispasi evaluatif karena para peneliti tidak hanya menggunakan data yang mereka kumpulkan dari responden,tetapi juga observasi pribadi para peneliti yang di peroleh dengan tinggal di dalam komunitas bersangkutan dan dari partispasi di dalm jaringan informal dan organisasi formal komunitas yang bersangkutan.
2.4.8.      Indeks Variable Tunggal Untuk Mengukur Kelas Sosial
Pekerjaan di gunakan di dalam penelitian konsumen dengan meminta responden menuliskan pekeraan mereka yang ektrak,yang belakangan dapat di beri kode secara numeris menurut kelas sosialnya atau nilai statusnya. Nilai  nilai ini di tetapkan satu dari dua cara.Satu metode menggunakan survei terhadap orang yang di minta untuk memeringkat prestise orang – orang dalam berbagai pekeraan atau memeringkat pekerjaan itu sendiri. Metode kedua menggunakan ukuran objektif seperti pemeringkat tingkat pendidikan ratta – rata atau pendapatan kelompok pekerjaan.


2.4.9.      Indeks Item Ganda
Indeks ganda menghubungkan beberapa indikator kelas sosial ke dalam sattu indeks yang memberikan ukuran status sosial yang lebih kaya.Dengan menggunakan skor status pekerjaan Nam dan Powers,suatu skor tambahan yang di tambahkan baik untuk kategori pendidikan maupun tingkat pendapatan responden.
Skor ini di dasarkan pada data sensus dan dapat di perbaharui untik merefleksikan kenaikan inflasi pada pendapatan. Ketiga skor (pekerjaan, pendidikan, pendapatan) kemudian di ringkas dan di bagi dengan angka 3 untuk memberikan skor SES item ganda.Ini memberikan skor kelas sosial yang numeris yang mudah di gunakan yang kemudian dapat di hubungkan dengan pembelian produk ,prefferensi merk,pengelolaan media,atau variabel lain yang menarik untuk peneliti pemasaran.














BAB III
PENUTUP
2.5. Kesimpulan
Pengaruh kelas dan status sosial mempunyai tujuan untuk menganalisis pengenalan kebutuhan, proses pencarian, kriteria evaluasi, dan pola pembelian dari berbagai kelas sosial untuk mencocokkan produk dan komunikasi secara benar dengan kelas sosial yang aktual dan yang dicita-citakan.
2.6. Saran
Untuk memahami prilaku konsumen, sebaiknya produsen mengetahui pula tentang kelas dan status sosial agar mengetahui apa yang diinginkan oleh para konsumen. Makalah ini tidak luput dari kekurangan dan kesalahan. Kritik dan saran sangat diharapkan untuk memperbaiki makalah ini agar menjadi lebih sempurna.













DAFTAR PUSTAKA

Prasetijo, Ristiyanti. Dra. MBA., dan J.O.I, John Ihalauw. Prof. Ph.D.. 2005. Perilaku Konsumen. Salatiga.

Kamis, 23 Mei 2013

Contoh Proposal

PENGARUH CITRA MEREK TERHADAP VOLUME PENJUALAN  MOTOR YAMAHA DI  DEALER LAUTAN TEDUH, BANDAR JAYA
Dosen Pengampu : Dra. Hj. Maryatun, M.M.
UMM metro

PROPOSAL
Diajukan sebagai salah satu syarat
penyelesaian tugas proposal mata kuliah Seminar Pendidikan



KATA PENGANTAR
Puji syukur penulis panjatkan kehadirat Allah SWT, sumber segala kasih yang senantiasa memberikan  kasih dan rahmat-Nya sehingga penulis dapat menyelesaikan proposal ini dengan judul “PENGARUH CITRA MEREK TERHADAP VOLUME PENJUALAN MOTOR YAMAHA DI DEALER LAUTAN TEDUH, BANDAR JAYA.
Penyusunan proposal ini bertujuan untuk memenuhi salah satu persyaratan dalam menyelesaikan tugas mata kuliah seminar.
Dalam menyelesaikan proposal ini penulis ingin mengucapkan banyak terima kasih kepada:
1.      Ibu Dra. Maryatun, M.M. selaku dosen pembimbing  yang banyak memberikan arahan dalam penulisan proposal ini.
2.      Rekan-rekan mahasiswa dan semua pihak yang telah memberikan banyak bantuan moril dan motivasi selama penyelesaian penulisan skripsi ini.
3.      Orang tua yang selalu mendoakan dan memberikan semangat untuk menyelesaikan tugas ini.
Kritik dan saran senantiasa penulis harapkan kepada semua pihak pembaca demi perbaikan dan kesempurnaan dimasa yang akan datang sekiranya semoga bermanfaat bagi kita semua. Amin.


Metro, 15 Mei 2013

           Penyusun


DAFTAR ISI

HALAMAN JUDUL
KATA  PENGANTAR....................................................................................................      i
DAFTAR ISI...................................................................................................................       ii
BAB I PENDAHULUAN.............................................................................................       1
A. Latar Belakang.........................................................................................................          1
B. Rumusan Masalah....................................................................................................          2
C.Tujuan Penelitian.....................................................................................................            3
D. Kegunaan Penelitian.................................................................................................          3
E. Asumsi Penelitian...................................................................................................            3
F. Ruang Lingkup Penelitian.........................................................................................           3
G. Definisi Operasional / Variable Penelitian.................................................................           4
1. Variabel Penelitian.......................................................................................           4
                  1.1. Variabel Dependen..............................................................................          4
                  1.2. Variabel Independen............................................................................         4
2. Definisi Operasional......................................................................................         4
BAB II TINJAUAN PUSTAKA.................................................................................        5
A. Pustaka yang Menyangkut Variabel Penelitian...........................................................         5
1. Tinjauan Tentang Citra Merek......................................................................          5
             1.1. Pengertian Merek (Brand).........................................................................        5
             1.2. Pengertian Citra Merek (Brand Image).........................................          5
                        1.3. Faktor-Faktor Yang Membentuk Citra Merek...........................              7
2. Tinjauan Tentang Volume Penjualan............................................................          7
2.1. Pengertian Volume Penjualan..........................................................        7
2.2. Faktor-faktor yang mempengaruhi penjualan............................              9
B. Kaitan Antar Variabel...............................................................................................         11
            1. Hubungan Citra Merek dengan Volume Penjualan................................                11
            2. Penelitian Terdahulu....................................................................................           13
C. Kerangka Pikir dan Paradigma................................................................................          14
1. Kerangka Pikir..............................................................................................          14
    1.1. Kerangka Anggapan Dasar.............................................................         15
    1.2. Kerangka Analitik..........................................................................          16
2. Paradigma.....................................................................................................          16
D. Hipotesis...................................................................................................................         17
BAB III METODOLOGI PENELITIAN...................................................................       18
A. Daerah dan Waktu Penelitian..................................................................................          18
B. Metode Pengumpulan Data......................................................................................         18
C. Jenis dan Sumber Data............................................................................................           18
            1. Jenis Data....................................................................................................            18
            2. Sumber Data....................................................................................................       18
D. Populasi danSampel.................................................................................................          19
1. Populasi..........................................................................................................         19
2. Sampel..............................................................................................................      19
E. Metode Analisis........................................................................................................         19
1. Analisis Regresi Linear Sederhana.................................................................        19
F. Pengukuran Kemantapan Alat Pengumpul Data......................................................          20
1. Uji Homogenitas.............................................................................................        20
2. Pengujian Hipotesis.........................................................................................       21
2.1. Pengujian secara parsial (Uji t)...............................................................        21

DAFTAR PUSTAKA......................................................................................................    22



BAB I
PENDAHULUAN
A.    Latar Belakang
Perubahan  teknologi yang sangat cepat dan pengetahuan masyarakat yang semakin meningkat serta selera konsumen yang senantiasa berubah, membuat persaingan bisnis semakin tajam, baik di pasar domestik ( nasional ) maupun di pasar internasional ( global ). Kondisi ini memaksa perusahaan-perusahaan untuk dapat melakukan berbagai cara maupun strategi untuk bisa memenangkan persaingan. Salah satu upaya yang bisa dilakukan adalah menyangkut konsep pemasaran, yaitu perusahaan harus dapat membangun suatu sistem pemasaran yang paling tepat yang diharapkan mampu menciptakan keungggulan kompetitif yang lebih dari pesaingnya.
Salah satu jenis usaha yang mengalami persaingan yang sangat ketat saat ini adalah sektor otomotif khususnya kendaraan roda dua, disebabkan oleh tingginya minat masyarakat terhadap produk tersebut. Berbagai kemajuan dalam model, desain, kecanggihan teknologi mesin, kualitas, aksesoris dan konsumsi bahan bakar dari sepeda motor menjadi pertimbangan penting konsumen sebelum melakukan pembelian.
        Lautan Teduh  dealer  yang berada di Bandar Jaya, menjual berbagai jenis sepeda motor Yamaha. Adapun sepeda motor yang dijual antara lain : Vega R, Mio J, Mio Soul, Mio Automatic, Mio Vino, Jupiter Z, Jupiter MX, Byson, Vixion, Scorpio.
Image Yamaha sebagai motor yang memiliki spesialisasi yang tinggi  memang sudah sejak awal merek ini berdiri, Yamaha merupakan  motor  yang meluncurkan motor ber-cc  besar di Jepang. Sejak awal kehadirannya di Tanah Air, dengan selalu mengedepankan performa dan kualitas, Yamaha juga sukses mencapai citra sebagai merek andalan di pasaran Indonesia dan terus memperkuat citra tersebut dengan selalu memenuhi keinginan para penggemar sepeda motor.
Dalam hubungannya dengan  uraian tersebut di atas dapat disajikan data volume penjualan  sepeda motor Yamaha untuk tahun 2008 - 2012 yang dapat dilihat pada tabel 1 yaitu sebagai berikut :

 
               Tabel  1.1 Data Volume Penjualan Motor Yamaha Tahun 2008 – 2012
Tahun

Volume Penjualan


(Unit)



2008

2.304
2009

3.019
2010

4.562
2011

6.289
2012

8.763



Sumber : pra survei Lautan Teduh  Dealer, motor yamaha


Berdasarkan  uraian di atas maka penulis tertarik unuk mengetahui seberapa kuat  pengaruh Citra Merek ( brand image ) terhadap volume penjualan  motor dan peneliti membatasinya dengan memilih produk sepeda motor Yamaha sebagai objek penelitian.

B.     Rumusan Masalah
Berdasarkan  latar belakang masalah diatas maka yang menjadi masalah dalam  penelitian ini adalah:
“Masih rendahnya volume penjualan motor Yamaha  di Dealer Lautan Teduh, Bandar Jaya.
Dari masalah diatas maka rumusan masalahnya adalah: “Apakah ada pengaruh citra merek ( brand image ) terhadap volume penjualan  motor yamaha di Dealer Lautan Teduh, Bandar Jaya.
Dari rumusan masalah diatas penulis mengangkat judul: “Pengaruh Citra Merek Terhadap Volume Penjualan Motor Yamaha di Dealer Lautah Teduh, Bandar Jaya”.
C.    Tujuan Penelitian
Berdasarkan rumusan masalah diatas, maka tujuan yang ingin dicapai dalam penelitian ini adalah : Untuk mengetahui pengaruh citra merek (brand image) terhadap volume penjualan motor yamaha di Dealer Lautan Teduh, Bandar Jaya.

D.    Kegunaan Penelitian
Adapun kegunaan yang diharapkan dari hasil penelitian ini adalah: Dengan mengetahui pengaruh citra merek (brand image) terhadap volume penjualan motor yamaha di Dealer Lautan Teduh, Bandar Jaya maka  dapat menambah pengetahuan dan wawasan penulis.
E.     Asumsi Penelitian
Asumsi atau anggapan dasar merupakan suatu pendapat atau kesimpulan. Menurut pendapat Arikunto (2006:65) bahwa asumsi atau tanggapan dasar adalah sebuah titik tolak pemikiran yang kebenarannya diterima oleh penyelidik. Dengan demikian,keputusan tentang masalah merupakan asumsi bagi seseorang peneliti sebelum dikukuhkan bahwa asumsi adalah anggapan dasar tentang kebenaran suatu fakta yang tidak perlu dibuktikan lagi.
Dalam penelitian ini terdapat 2 variable yaitu Citra Merek (X) dan volume penjualan  (Y). Berdasarka hal tersebut penulis mengajukan asumsi bahwa citra merek ada pengaruhnya terhadap volume penjualan motor yamaha.

F.     Ruang lingkup penelitian
1.      Objek penelitian ini adalah:
a.       Citra Merek (X)
b.      Volume penjualan (Y)
2.      Subjek penelitian : Dealer motor di Bandar Jaya
3.      Sifat penelitian : eksperimen
4.      Tempat penelitian : Bandar Jaya
5.      Waktu penelitian : tahun 2013

G.    Definisi Operasional / Variable Penelitian
1.      Variabel Penelitian
Variabel adalah konsep yang dapat diukur dan memiliki variasi hasil pengukuran. Sedangkan variabel penelitian adalah sesuatu hal yang berbentuk apa saja yang ditetapkan oleh peneliti untuk dipelajari sehingga diperoleh informasi tentang hal tersebut dan kemudian ditarik kesimpulannya.
1.1. Variabel Dependen
Variabel dependen atau variabel terikat, adalah variabel yang dipengaruhi atau yang menjadi akibat dari adanya variabel independen atau variabel bebas. Variabel dependen yang digunakan dalam penelitian ini adalah volume penjualan yang dilambangkan dengan Y.

1.2. Variabel Independen
Variabel independen atau variabel bebas, adalah variabel yang mempengaruhi variabel dependen,. Variabel independen yang digunakan dalam penelitian ini adalah citra merek yang dilambangkan dengan X.

2. Definisi Operasional
Definisi operasional variabel penelitian adalah batasan atau spesifikasi dari variabel-variabel penelitian yang secara konkret berhubungan dengan realitas yang akan diukur. Adapun batasan atau definisi operasional variabel yang diteliti adalah:
a.       Variabel Independen dalam penelitian ini adalah sebagai berikut:
Indikator citra merek :
Ø  citra pemakai,
Ø  kesan profesional,
Ø  kesan modern,
Ø  populer / terkenal.
b.      Variabel Dependen dalam penelitian  ini yaitu volume penjualan

           


BAB II
TINJAUAN PUSTAKA
A.    Pustaka yang Menyangkut Variabel Penelitian
1.      Tinjauan Tentang Citra Merek
1.1. Pengertian Merek (Brand)
Merek adalah salah satu atribut yang sangat penting dari sebuah produk yang penggunaannya pada saat ini sudah sangat meluas karena beberapa alasan, dimana merek suatu produk berarti memberikan nilai tambah produk tersebut.        
Menurut Asosiasi Pemasaran Amerika yang dikutip oleh Kotler dan kemudian Di alihbahasakan oleh Bejamin Molan (2007;332), yaitu :
Merek adalah  nama, istilah, tanda, simbol, atau rancangan atau kombinasi dari semuanya, yang dimaksudkan untuk mengidentifikasi barang atau jasa penjual atau kelompok penjual dan untuk mendiferensiasikannya dari barang atau jasa pesaing.
            Sedangkan menurut UU MEREK No. 15 Tahun 2001 pasal 1 ayat 1 yang dikutip oleh  Tjiptono mengenai pengertian merek (2005;2) adalah :
Merek adalah tanda yang berupa gambar, nama, kata, huruf-huruf, angka-angka, susunan warna, atau kombinasi dari unsur-unsur tersebut yang memiliki daya pembeda dan digunakan dalam kegiatan perdagangan barang atau jasa.
            Dari definisi di atas dapat ditarik kesimpulan bahwa merek (brand) berperan sebagai daya pembeda dengan produk yang sejenis maupun dengan produk yang berbeda jenis.
1.2.Pengertian Citra Merek (Brand Image)
            Keterkaitan konsumen pada suatu merek akan lebih kuat apabila ditandai pada banyak pengalaman untuk mengkomunikasikannya sehingga akan terbentuk citra merek (brand image). Citra merek (brand image) yang baik akan mendorong untuk meningkatkan volume penjualan. tetapi untuk lebih jelasnya beberapa ahli mengemukakan pedapatnya mengenai brand image.


            Pendapat Kotler & Keller (2007;340) mengenai brand image yaitu, “brand image berhadapan dengan properti ekstrinsik dari produk atau jasa termasuk cara merek tersebut memenuhi kebutuhan sosial atau psikologis pelanggan”.
            Sedangkan menurut Solihin (2005;19) ”brand image merupakan segala sesuatu tentang merek suatu produk yang dipikirkan, dirasakan, dan divisualisasi oleh konsumen”.
            Dari pengertian di atas dapat ditarik kesimpulan bahwa citra merek (brand image) mewakili atau menggambarkan arti yang melekat dari sebuah merek dan dapat timbul di benak konsumen dengan hanya menyebutkan brand image sebuah produk.
            Sebuah brand (merek) membutuhkan image (citra) untuk mengkomunikasikan kepada khalayak dalam hal ini pasar sasarannya tentang nilai-nilai yang terkandung didalamnya. Bagi perusahaan citra berarti persepsi masyarakat terhadap jati diri perusahaan. Persepsi ini didasarkan pada apa yang masyarakat ketahui atau kira tentang perusahaan yang bersangkutan. Oleh karena itulah perusahaan yang memiliki bidang usaha yang sama belum tentu memiliki citra yang sama pula dihadapan orang atau konsumen. Citra merek menjadi salah satu pegangan bagi konsumen dalam mengambil keputusan penting.
  Pada hakikatnya, merek (brand) mengidentifikasikan penjual dan pembeli. Menurut Kotler (dalam Ogi Sulistian, 2011;31) tingkatan merek dibagi sebagai berikut:
1.      Atribut
Setiap merek memiliki atribut. Atribut ini perlu dikelola dan diciptakan agar pelanggan dapat mengetahui dengan pasti atribut-atribut apa saja yang terkandung dalam suatu merek.
2.      Kepribadian
Merek memiliki kepribadian, yaitu kepribadian para penggunanya. Jadi diharapkan dengan menggunakan merekkepribadian si pengguna akan tercermin bersamaan dengan merek yang ia gunakan.





3.      Manfaat
Selain atribut merek juga memiliki serangkaian manfaat. Konsumen tidak saja membeli atribut, namun konsumen juga membeli manfaat.

1.3.  Faktor-Faktor Yang Membentuk Citra Merek
Schiffman dan Kanuk (Fajrianthi Zatul Farrah, 2005:285) menyebutkan faktor-faktor pembentuk citra merek adalah sebagai berikut:
a.       Kualitas atau mutu, berkaitan dengan kualitas produk barang yang ditawarkan oleh produsen dengan merek tertentu.
b.      Dapat dipercaya atau diandalkan, berkaitan dengan pendapat atau kesepakatan yang dibentuk oleh masyarakat tentang suatu produk yang dikonsumsi.
c.       Kegunaan atau manfaat, yang terkait dengan fungsi dari suatu produk barang yang bisa dimanfaatkan oleh konsumen.
d.      Pelayanan, yang berkaitan dengan tugas produsen dalam melayani konsumennya.
e.       Resiko, berkaitan dengan besar kecilnya akibat atau untung dan rugi yang mungkin dialami oleh konsumen.
f.       Harga, yang dalam hal ini berkaitan dengan tinggi rendahnya atau banyak sedikitnya jumlah uang yang dikeluarkan konsumen untuk mempengaruhi suatu produk, juga dapat mempengaruhi citra jangka panjang.
g.      Citra yang dimiliki oleh merek itu sendiri, yaitu berupa pandangan, kesepakatan dan informasi yang berkaitan dengan suatu merek dari produk tertentu.

2. Tinjauan Tentang Volume Penjualan 
2.1. Pengertian Volume Penjualan
Perkembangan suatu usaha salah satu faktornya adalah kemampuan suatu usaha tersebut untuk meningkatkan atau mempertahankan  volume penjualan atas barang yang telah diproduksi. Oleh karena itu upaya untuk mempertahankan atau meningkatkan volume penjualan dalam rangka menjaga kelangsungan hidup usaha sangat penting.
Menurut Atep Adya Barata (1990: 167) yang mengemukakan bahwa:
Penjualan adalah salah satu proses kegiatan penyerahan barang atau jasa berdasarkan harga yang telah disetujui oleh kedua belah pihak yang terkait dalam kegiatan itu.
Dari pendapat diatas penulis dapat menyimpulkan bahwa unsur-unsur yang melekat pada pengertian penjualan di atas, antara lain:
Ø  Adanya proses interaksi antara penjual dan pembeli
Ø  Terdapat barang atau jasa
Ø  Adanya kesepakatan antara kedua belah pihak.
Selanjutnya menurut Drs. Basu Swastha, DH. (1981:3) mengemukakan bahwa:
Penjualan adalah interaksi anatara individu saling bertemu yang ditujukan untuk mempengaruhi orang lain, menciptakan, memperbaiki, mengawasi atau  mempertahankan hubungan yang saling menguntungkan dengan pihak lain.
Dari pendapat di atas, maka penulis dapat menjelaskan bahwa penjualan terjadi karena adanya hubungan secara langsung antara pihak konsumen dengan pihak produsen yang mempunyai tujuan untuk mempengaruhi orang lain, menciptakan, memperbaiki, mengawasi atau mempertahankan hubungan pertukaran yang telah terjadi sehingga saling menguntungkan kedua belah pihak.
Setelah diketahui pengertian penjualan, maka penulis akan mengemukakan beberapa pengertian volume penjulan dari para ahli.
Menurut Basu Swastha dan Irawan (1982:150) mengemukakan bahwa:
Volume penjualan merupakan penjualan yang potensial merupakan tingkat penjualan maksimal yang dapat dicapai oleh penjual.
Dari pendapat di atas maka penulis dapat menjelaskan bahwa voleme penjualan adalah penjualan yang potensial yang merupakan tingkat penjualan maksimal atas suatu barang yang dapat dicapai oleh seorang penjual.
Menurut Dr. Winardi, SE. (1983: 303) mengemukakan bahwa:
Volume penjualan adalah besar kecilnya penjualan dinyatakan dalam satuan uang terhadap jumlah produk yang dijual dalam satuan unit.
Dari pendapat di atas maka penulis dapat menjelaskan bahwa volume penjualan merupakan ukuran besar kecilnya penjualan terhadap produk yang dijual dalam unit dinyatakan dalam satuan uang.
2.2. Faktor-faktor yang mempengaruhi penjualan
Menurut Basu Swastha dan Irawan (1982: 152) banyak faktor yang perlu diperhatikan agar volume penjualan yang telah dicapai dapat dipertahankan atau ditingkatkan dalam rangka menjaga kelangsungan hidup suatu usaha.
Faktor-faktor yang mempengaruhi penjualan adalah:
1.)    Banyaknya konsumen
Penjualan sutau produk sangat dipengaruhi oleh banyak sedikit konsumen yang mengiginkan barang tersebut maka volume penjualannya akan menjadi lebih besar.
2.)    Harga barang itu sendiri
Harga satu barang sangat menentukan laku atau tidaknya di pasar. Konsumen dalam membeli sebuah produk selalu pada seberapa besar atau tinggi harga produk itu.

3.)    Rasa dan referensi konsumen
Seorang konsumen dalam mengkonsumsi barang selalu mengikuti keinginan hatinya. Namun bila ia belum menginginkannya maka ia akan menundanya. Hal ini akan sangat berpengaruh dalam upaya penjualan suatu produk.
4,) Harga barang-barang lainnya
Hal ini sangat mempengaruhi penjualan suatu produk yang akan dipasarkan. Bila penetapan harga lebih tinggi dari harga barang-barang lainnya maka kemungkinan tidak laku akan lebih besar. Jadi harga suatu produk baru harus sama dengan barang yang lainnya.
5.)    Pendapatan konsumen
Konsumen bila menginginkan suatu barang ia akan mengukur terlebih dahulu pendapatan mereka. Apakah cukup untuk memperoleh barang itu atau tidak. Jadi suatu barang yang hendaknya dilempar ke pasar  harus diperhitungkan tentang pendapatan konsumen yang ada di pasar. Hal ini untuk menghindari apabila kemungkinan tidak lakunya barang itu.
Sedangakan menurut Drs. Alex S. Nitisemito (1981:213) volume penjualan dapat dipengaruhi oleh beberapa faktor antara lain:
1)      Faktor yang bersifat intern
Faktor-faktor yang mempunyai sifat intern yaitu berasal dari dalam perusahaan itu. Faktor ini sangat mempengaruhi volume penjualan suatu barang.
 Faktor-faktor tersebut antara lain:
a.       Tujuan manajer
b.      Modal
c.       Mutu dari produk yang dikeluarkan oleh perusahaan
d.      Kondisi organisasi perusahaan
2)      Faktor yang bersifat ekstern
Yaitu yang berasal dari luar kekuasaan perusahaan antara lain:
a.       Selera konsumen
b.      Kebutuhan konsumen
c.       Pendapatan konsumen
d.      Keadaan geografis setempat,dll
Faktor tersebut menentukan tinggi rendahnya volume penjualan.

B. KAITAN ANTAR VARIABEL
1.      Hubungan Citra Merek dengan Volume Penjualan
Produk yang dianggap paling sukses adalah produk yang mengalami siklus kehidupan dengan beberapa tahapan jika produk belum diketahui oleh umum, titik berat suatu perusahaan adalah bagaimana cara memperkenalkan suatu produknya agar semua konsumen mengetahui hasil produk tersebut. Dalam hal ini promosi yang dilakukan dirujukkan untuk memberi tahu atau mendorong calon pembeli untuk mencoba produknya.
Dengan meningkatnya penjualan selama tahap pertumbuhan, titik berat beralih kepada usaha untuk membuka saluran distribusi baru. Jika produk tersebut sudah mencapai tahap kedewasaan, persaingan menjadi semakin ketat.
Perusahaan harus memikirkan merek apa yang cocok untuk hasil produk agar para konsumen selalu mengingat dan ingin mengkonsumsinya secara terus menerus.

Jika produk-produk tersebut sudah tidak menguntungkan lagi, perusahaan harus memutuskan apakah akan terus mempertahankan merek yang dipakai oleh  produk  tersebut dan menggantikan dengan merek produk lain yang menguntungkan.
Jadi untuk mencapai tingkat volume penjualan yang tinggi harus menggunakan  suatu merek produk yang menarik dan diminati konsumen. Untuk lebih jelasnya penulis akan mengemukakan pendapat para ahli tentang pengaruh citra merek terhadap volume penjualan.
      Pendapat Kotler & Keller (2007;340) mengenai brand image yaitu, “brand image     berhadapan dengan properti ekstrinsik dari produk atau jasa termasuk cara merek tersebut memenuhi kebutuhan sosial atau psikologis pelanggan”.
Dari pendapat di atas, maka dapat penulis jelaskan bahwa citra merek yang disandang oleh suatu produk yang menarik dan diminati konsumen sangat diperlukan guna meningkatkan volume penjualan.
Kalau perusahaan ingin mempunyai kedudukan yang dominan di pasar atau menguasai pasar yang luas, maka harus memperhatikan segala sesuatu yang harus dilakukan suatu perusahaan seperti menggunakan merek yang menarik perhatian konsumen.
Hasil produk yang menggunakan merek yang kurang diminati olehkonsumen dapat mengakibatkan berkurangnya sebagian laba perusahaan, sehingga tingkat keuntungan atau laba maksimumnya tidak dapat segera dicapai, sebaliknya bila perusahaan menghendaki laba yang tinggi, maka penguasaan besar yang luas dianggap kurang begitu penting.
Dari uraian di atas maka dapat ditarik kesimpulan bahwa konsumen cenderung untuk melakukan pembelian  terhadap produk yang memiliki citra merek yang baik dan positif serta citra merek yang baik dapat lebih mudah diingat oleh konsumen dibandingkan dengan produk lain yang memiliki citra merek kurang baik.
2.      Penelitian Terdahulu
Penelitian ini juga pernah di angkat sebagai topik penelitian oleh beberapa peneliti sebelumnya. Maka peneliti juga diharuskan untuk mempelajari penelitian-penelitian terdahulu atau sebelumnya yang dapat dijadikan sebagai acuan bagi peneliti dalam melakukan penelitian ini.
Tabel 2.1 Penelitian Terdahulu
Nama
Judul Penelitian
Variabel yang digunakan
Keterangan
Rizki Nurafdal Mustikarillah
(2011)







Nurul Rizki Fachira (2012)
Pengaruh Brand Image Terhadap Pengambilan Keputusan Pembelian Mobil Toyota Rush Pada PT. Hadji Kalla di Makassar

Pengaruh Brand Image Terhadap Keputusan Pembelian Mobil Merek Pajero Sport Pada PT. Bosowa Berlian Motor
Brand Image (X)  Keputusan Pembelian (Y)





Kualitas merek, Loyalitas Merek, dan Asosiasi Merek (X)
Keputusan Pembelian (Y)
metode regresi sederhana untuk melihat pengaruh dari Brand Image terhadap pengambilan keputusan pembelian mobil Toyota Rush
Berdasarkan hasil analisis diketahui bahwa pengaruh dari Brand Image terhadap pengambilan keputusan pembelian mobil Toyota Rush tergolong kuat dilihat dari nilai r = 0,780.

metode deskriptif kuantitatif. analisis Regresi Linier Berganda.
Hasil penelitian menemukan bahwa secara simultan setelah diuji dengan uji-Fisher (F) ditemukan bahwa brand image berupa kualitas merek, loyalitas merek dan asosiasi merek signifikan berpengaruh terhadap keputusan pembelian mobil Pajero Sport pada PT. Bosowa Berlian Motor Makassar.




C. KERANGKA PIKIR DAN PARDIGMA 
1. Kerangka Pikir
Kerangka Pikir adalah sistematik berfikir sehingga seseorang mudah memahami atau mengerti permaslahan yang dimaksud, untuk menentukan kerangka pikir dalam penelitian diperlukan dasar teori yang akurat dari kajian pustaka.
Menurut Haris Mujiman (1990: 33) menjelaskan: “kerangka pikir adalah merupakan hubungan kausal antara variabel teortis untuk memberikan jawaban sementara terhadap masalah yang diteliti”.
Dari definisi di atas bahwa yang dimaksud dengan kerangka pikir adalah konsep yang berupa pemikiran tentang hubungan kausal dan variabel saling mempengaruhi.
Menurut Mujiman (dalam Lilik, 2007:18) bahwa “kerangka pikir merupakan suatu konsep yang berisikan hubungan antara variabel bebas dan variabel terikat dalam memberikan jawaban terhadap permasalahan yang terjadi”.
Dari pengertian di atas, maka penulis dapat menjelaskan bahwa kerangka pikir adalah konsep yang berisikan hubungan kasual antara variabel bebas dan variabel terikat dalam rangka memberikan jawaban sementara terhadap masalah yang akan diteliti, sehingga dapat menjelaskan masalah yang sedang diamati, serta memperjelas gejala penelitian yang diteliti
Menurut Angga Surya Seputra N (2007: 107) kerangka pikir adalah “kerangka pemikiran merupakan konsep yang menjiwai untuk melakukan sesuatu penelitian dengan bagian-bagian pokok antara lain: objek penelitian, variabel penelitian, dan pengaruh variabel”.
Dari pendapat diatas dapat dijelaskankan bahwa kerangka pikir adalah suatu gambaran yang dapat menunjukkan unsur-unsur tertentu serta keterkaitannya dengan variabel lainnya.
Dalam penelitian penulis meneliti citra merek sebagai variabel (X) dan volume penjualan sebagai variabel (Y).  
1.1.Kerangka Anggapan Dasar
Menurut Arikunto (1992:55)  menyatakan “kerangka anggapan dasar atau  postulat adalah sebuah titik tolak pemikiran yang kebenarannya diterima penyelidik”.
Dari pendapat tersebut dapat dijelaskan bahwa kerangka anggapan dasar merupakan  titik tolak pemikiran yang kebenarannya diterima peneliti atau penyelidik.
Kerangka anggapa dasar adalah untuk memperjelas faktor-faktor apa saja yang mempengaruhi volume penjualan. Adapun kerangka anggapan dasar dalam penelitian ini sebagai berikut:
Gambar 1: Kerangka anggapan dasar
(X)  Citra Merek
X1 : Citra Pemakai
X2 : Kesan Profesional
X3 : Kesan Modern
X4 : Populer/Terkenal

X4 Distribusi

Volume penjualan (Y)
 





Dari gambar di atas, dapat disimpulkan bahwa  X, X1, X.2, X.3, X.4 dapat mempengaruhi Y. Karena variabel-variabel X dianggap paling dominan mempengaruhi Y yaitu volume penjualan, dimana variabel itu dapat menentukan tinggi rendahnya volume penjualan.
1.2. Kerangka Analitik
Kerangka analitik merupakan pola pikir yang analitik guna mengetahui faktor yang dianggap paling dominan variabel-variabel yang paling dekat yang berhubungan dengan realibilitas yang lebih jelas peneliti gambarkan seperti berikut:
Gambar 2: kerangka Analitik.
       X1
Y
X
       X2
       X3
       X4
Keterangan:
(X) Citra Merek
       X1 : Citra pemakai
       X2 : Kesan profesional
       X3 : Kesan modern
       X4  : Populer/terkenal
(Y) Volume penjualan
Dari gambar di atas, maka dapat disimpulkan bahwa X mempengaruhi Y.
2.      Paradigma
Kerangka paradigma adalah sebuah gambaran hubungan antara variabel dan peranan masing-masing variabel dalam penelitian. Sehingga berdasarkan atas paradigma tersebut, seseorang atau sekelompok orang dapat mengerti gejala yang bersangkutan.
Sugiyono (1999:36) mengemukakan sebagai berikut: “paradigma adalah pola penghubung antara variabel yang diteliti”.
Berdasrkan paradigma dalam penelitian ini dapat penulis gambarkan sebagai berikut:
Gambar 3: Paradigma
Citra Merek
(X)

 
Kesan Profesional
X2
Citra Pemakai
X1
Kesan Modern
X3
Populer/Terkenal
X4
Volume Penjualan
(Y)
D. HIPOTESIS
Hipotesis merupakan jawaban sementara tentang masalah penelitian yang perlu di uji kebenarannya. Menurut Sudjana (1992:201) menyatakan hipotesis adalah asumsi atau dugaan mengenai suatu hal yang di buat untuk menjelaskan hal-hal yang sering dituntut untuk melakukan pengecekannya.
Adapun hipotesis dalam  penelitian ini adalah “ada pengaruh antara citra merek terhadap volume penjualan motor yamaha di dealer Lautan Teduh, Bandar Jaya”.

BAB III
METODE PENELITIAN
A.    Daerah dan Waktu Penelitian
Penelitian ini dilakukan di Dealer Lautan Teduh, Bandar jaya pada tahun 2013 semester ganjil.
B.     Metode Pengumpulan Data
Dalam penelitian menggunakan metode pengumpulan data sebagai berikut :
1.      Penelitian Pustaka (Library Research), yaitu pengumpulan data secara teoritis dengan cara menelaah berbagai buku literatur dan bahan teori lainnya yang berkaitan dengan masalah yang dibahas.
2.      Penelitian lapang (Field Research), yaitu pengumpulan data lapang dengan cara sebagai berikut :
a.          Observasi, yaitu pengumpulan data yang dilakukan langsung ke   tempat penelitian dan mengumpulkan data yang diperlukan.
b.         Wawancara, yaitu pengumpulan data dengan melakukan tanya jawab dengan pimpinan dan  karyawan perusahaan guna memperoleh keterangan tentang data yang diperlukan.
c.          Eksperimen
C.    Jenis dan Sumber Data
Jenis dan sumber data yang digunakan dalam penelitian ini adalah sebagai berikut :
1.      Jenis data
a.      Data Kualitatif yaitu data yang diperoleh dalam bentuk informasi, baik secara lisan maupun tulisan.
b.      Data Kuantitatif yaitu data yang diperoleh dari perusahaan dalam bentuk angka-angka.
2.      Sumber Data
a.       Data Primer
Data primer adalah data yang langsung diperoleh dari obyeknya. Pada penelitian ini data primer diperoleh dari hasil pra survey

 
            b. Data Skunder
Data yang diperoleh berupa informasi tertulis dan dokumentasi serta laporan-laporan pada Dealer Lautan Teduh di Bandar Jaya.
D.Populasi dan Sampel
1.      Populasi
Menurut Sugiyono (2009;80), “Populasi adalah wilayah generalisasi yang terdiri dari objek/subjek yang mempunyai kualitas dan karakteristik tertentu yang ditetapkan peneliti untuk dipelajari dan kemudian ditarik kesimpulannya”. Populasi sasaran dalam penelitian ini adalah semua jenis motor yang ada di dealer lautan teduh.
2.      Sampel
  Sugiyono ( 2009;81), mengemukakan bahwa “ Sampel adalah bagian dari jumlah dan karakteristik yang dimiliki oleh populasi tersebut ”. sampel yang dijadikan pada penelitian ini adalah motor yamaha. Teknik pengambilan sampel yang dipakai dalam penelitian  ini adalah teknik sampling purposive yaitu teknik penentuan sampel dengan pertimbangan tertentu.

E. Metode Analisis Data
            1. Analisis Regresi Linear Sederhana
Analisis data yang penulis lakukan terhadap citra merek dan volume penjualan yaitu dengan menggunakan rumus regresi linier dan rumus t hitung.
Menurut Sutrisno Hadi (1984: 267)  mengemukakan bahwa rumus Regresi Linier Sederhana adalah sebagai berikut:
Y = a + bx
Dimana:
a. 
b.
Kemudian untuk menguji apakah ada pengaruh citra merek terhadap volume penjualan, selanjutnya digunakan rumus t hitung yaitu:
 
Dimana
Sedangkan
Setelah diketahui t hitung, maka langkah selanjutnya adalah membandingkan dengan t tabel, jika t hitung lebih besar dari t tabel berarti hipotesis yang berbunyi:
“Ada pengaruh  antara citra merek  terhadap volume penjualan motor  yamaha  di dealer Lautan Teduh, Bandar Jaya.
F. Pengukuran Kemantapan Alat Pengumpul Data
1. Uji Homogenitas
Homogenitas merupakan suatu ukuran yang dapat digunakan untuk menentukan keragaman suatu  data. Ada berbagai macam cara yang dapat digunakan untuk menguji homogenitasuatu sampel. Diantaranya adalah dengan menggunakan metode uji analisis explore dan uji analisis One-Way Anova.
Jika F hitung ˂ F tabel, maka Ho diterima
Jika F hitung ˃ F tabel, maka Ho ditolak
Atau
Jika nilai Sig ˃ , maka Ho diterima
Jika nilai Sig ˂ , maka Ho ditolak

2.            Pengujian Hipotesis
2.1.Pengujian secara parsial (Uji t)
Pengukuran ttes dimaksudkan untuk mengetauhi apakah secara individu ada pengaruh antara variabel-variabel bebas dengan variabel terikat. Pengujian secara parsial untuk setiap koefisien regresi diuji untuk mengetahui pengaruh secara parsial antara variabel bebas dengan variabel terikat.
Pengujian setiap koefisien regresi dikatakan signifikan bila nilai mutlak thit ˃ ttabel atau nilai probabilitas signifikansi lebih kecil dari 0,05 (tingkat kepercayaan yang dipilih) maka hipotesis nol (Ho) ditolak dan hipotesis alternatif (Ha) diterima, sebaliknya dikatakan tidak signifikan bila nilai thit < ttabel atau nilai probabilitas signifikansi lebih besar dari 0,05 (tingkat kepercayaan yang dipilih) maka hipotesis nol (Ho) diterima dan hipotesis alternatif (Ha) ditolak.
1.      Analisis Koefisien Determinasi (R2)
Koefisien determinasi (R2) dipergunakan untuk mengetahui sampai seberapa besar prosentase variasi variabel bebas pada model dapat diterangkan oleh variabel terikat. Koefisien determinasi (R2) dinyakan dalam prosentase. Nilai R2 ini berkisar antara 0 < R2 < 1.











DAFTAR PUSTAKA




Sugiyono, Metode Penelitian Pendidikan, Alfabeta, Bandung, 2011.

Basrowi, Analisis Data Penelitian dengan SPSS, Jendela Pustaka Utama, Surabaya, 2011.

Swastha, Basu DH, Irawan, Manajemen Pemasaran Modern.

Sugiyono, 2005. Memahami Penelitian Kwantitatif. Bandung: CV Alfabet.
Kotler Philip, AB. Susanto, 2000. Manajemen Pemasaran di Indonesia, Buku 2, Salemba
Empat.